Kamis, 27 Desember 2012

Lirik lagu Sabrina - Perfect

 Lirik lagu yang sering di nanyiin waktu di GUSTO :'(  kangen banget suasana disana ..
Hey dad look at me
Think back and talk to me
Did I grow up according to plan
And do you think I’m wasting my time
Doing things I wanna do
But it hurts when you disapprove all along

And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I’m never gonna be good enough for you

I Can’t pretend that I’m alright

And you can’t change me
Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry I can’t be perfect
Now it’s just too late
And we can’t go back
I’m sorry I can’t be perfect

I try not to think
About the pain I feel inside
Did you know you used to be my hero
All the days you spent with me
Now seem so far away
And it feels like you don’t care anymore

And now I try hard to make it
I just want to make you proud
I’m never gonna be good enough for you

 can’t stand another fight
And nothing’s alright

Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry I can’t be perfect
Now it’s just too late
And we can’t go back
I’m sorry I can’t be perfect

Nothing’s gonna change the things that you said
Nothing’s gonna make this right again
Please don’t turn your back
I can’t believe it’s hard just to talk to you
But you don’t understand

Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry I can’t be perfect
Now it’s just too late
And we can’t go back
I’m sorry I can’t be perfect

Cuz we lost it all
Nothing lasts forever
I’m sorry I can’t be perfect
Now it’s just too late
And we can’t go back
I’m sorry I can’t be perfect

Senin, 26 November 2012

Perang Gerilya


 Perang Gerilya merupakan terjemahan dari bahasa Spanyol: guerrilla yang secara harafiah berarti perang kecil.Gerilya adalah salah satu strategi perang yang dikenal luas, karena banyak digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode 1950-an. A.H. Nasution yang pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya". Bagi tentara perang gerilya sangatlah efektif. Mereka dapat mengelabui,menipu atau bahakan melakukan serangan kilat. Taktik ini juga manjur saat menyerang musuh jumlah besar yang kehilangan arah dan tidak menguasai medan. kadang taktik ini juga mengarah padataktik mengepung secara tidak terlihat (invisible). Sampai sekarang taktik ini masih dipakai teroris untuk sembunyi. Jika mereka menguasai medan mereka dapat melakukan : penahanansandera, berlatih, pembunuhan hingga menjadi mata-mata. Dan musuh dapat melakukan nomaden, yaitu berpindah- pindah.
  Irregular warfare  atau yang dikenal dengan perang irregular adalah perang yang dilakukan tidak seperi lazimnya perang yang mempertemukan dua pasukan didalam medan perang. Akan tetapi mengacu kepada tulisan Jendral Abdul Haris Nasution dalam Pokok Pokok Gerilya, perang dewasa ini, bergolak sekaligus di sektor militer, politik, psikologis, dan social ekonomi. Dari hal tersebut maka timbul lah konsep perang semesta atau perang total.  Dinamakan perang semesta atau perang total, karena perang tersebut telah mengaktifkan seluruh komponen dan elemen bangsa untuk mengadakan peperangan.  Adapun irregular warfare yang akan menjadi bahasan dalam jurnal kali ini berkaitan dengan  gerilya. Perang gerilya adalah perang yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan cara tidak lazim dan bertujuan untuk mencapai kepentingan politik, ideology, dan ekonomi. A.H Nasution dalam bukunya yang berjudul Pokok Pokok Gerilya telah banyak memberikan penjelasan yang detail mengenai perang gerilya. Adapun aspek aspek perang yang mendapat perhatian penting dalam perang gerilya dan merupakan komponen dalam membentuk perang total tersebut adalah sebagai berikut :  Perang psikologis, yaitu situasi dan kondisi perang dimana salah satu pihak berusaha untuk melemahkan bahkan berusaha untuk meruntuhkan moril lawan sebelum perang sesungguhnya dimulai, sedang di lain pihak berusaha memperkuat dan memperteguh semangat rakyatnya sendiri.  Selanjutnya adalah perang politik, yaitu perang  yang berusaha untuk mengurangi jumlah sekutu  dari pihak musuh dan dan memperbanyak musuh musuhnya, dan berbuat sebaliknya untuk diri sendiri.  Selanjutnya adalah perang ekonomi yang berusaha menghancurkan alat alat dan sumber produksi musuh agar kekuatan mereka menjadi berkurang, dan sembari menghancurkankan produksi lawan maka harus berusaha memperbaiki ekonomi diri sendiri.  Pada dewasa ini, perang tidak lagi di dominasi oleh ilmu perang yang khusus berkaitan dengan strategi, taktik, dan logistiknya  saja, melainkan melibatkan pula apek politik militer, politik, psikologis, dan social ekonomi. Perang bukan lagi menjadi dominasi militer belaka akan tetapi juga politik dan ekonomi. Pimpinan perang bukan lagi yang ada di medan militer saja, akan tetapi medan medan seluruh aspek kehidupan. Syarat syaratnya tidak lagi tentang pemahaman di dunia kemiliteran, akan tetapi juga pengetahuan yang baik di bidang politik, militer, dan ekonomi.   
            Kembali ke perang gerilya, menurut A.H Nasution dalam buku Pokok Pokok Gerilyanya adalah perang yang terjadi antara sikecil yang lemah melawan sibesar yang kuat. Jika suatu Negara diseerang oleh pihak luar, maka keharusan Negara yang diserang adalah membela diri dari serangan tersebut.  Membela diri bukan berarti hanya menangkis saja,  atau menghindar dari pukulan musuh, karena hal tersebut tidak akan mengurangi kekuatan musuh. Membela diri itu berarti harus bisa menghentikan ancaman dan pukulan musuh selanjutnya. Perang gerilya terjadi karena salah satu dari kekuatan yang berkonflik atau berperang  dan biasanya yang bergerilya adalah pihak yang terserang berada dalam keadaan pincang. Jika kekuatan aggressor dengan yang diserang setara, maka kemungkinan terjadinya perang gerilya sangat kecil, karena lebih memilih perang dengan cara biasa.  Dalam perang gerilya, pada umumnya pihak penyerang memiliki berada di posisi yang lebih baik dalam hal persiapan, sehingga mereka dapat menyerang dengan kekuatan yang lebih besar. Sedangkan yang terserang melakukan perang gerilya dengan menahan lawan selama mungkin dan mundur secara bertahap untuk menyusun kekuatan menyerang.  Setelah kekuatan yang terkumpul dirasa cukup, maka pihak yang bergerilya bisa mengubah arah perlewanan mereka yang defensif menjadi ofensif demi memukul atau bahkan mementahkankan serangan yang dibangun oleh agressor.
            Dalam contoh contoh sejarah perang Gerilya  masa lalu, Jepang pernah menyerang Amerika Serikat dengan meluluh lantakkan Pearl Harbournya dan Jepang berhasil memukul mundur Amerika Serikat, akan tetapi Amerika Serikat juga berusaha mengumpulkan kekuatan dan tenaga mereka sehingga bisa menyerang balik dan berhasil mengusir Jepang dari Amerika Serikat tanpa syarat. Hal yang sama juga terjadi ketika Jerman menginvasi Rusia. Pada awal awalnya Jerman berhasil memukul mundur tentara merah. Tentara Rusia yang terpukul mundur secepatnya mengumpulkan kekuatan yang akhirnya mampu memberikan serangan balik kepada Jerman dan pada akhirnya Rusia lah yang berhasil merebut Berlin dari tangan Jerman.
            Sedangkan perang Gerilya yang terjadi di Indonesia melawan agresi militer Belanda dalam rentang tahun 1947-1949-an memiliki kejadian yang sama dengan apa yang telah terjadi di Amerika Serikat dan Rusia. Dalam tempo yang singkat Belanda merebut kota penting dan jalan jalan utama di pulau Jawa. Otomatis serangan tersebut memukul  mundur tentara tentara Republik Indonesia. Akan tetapi, ending dari agresi Belanda tidak sama dengan apa yang telah terjadi pada Amerika Serikat dan Rusia. Pada saat itu, perang Gerilya yang dilancarkan oleh pasukan Indonesia tidak berfungsi sebagaimana yang dicontohkan oleh dua Negara tadi, melainkan berfungsi untuk membuat Belanda jenuh dan bosan dengan perlawanan yang tiada akhir. Selain itu, Indonesia melalui diplomat diplomatnya berhasil memenangkan perang politik di luar negeri sehingga dunia Internasional mengecam dan menekan Belanda untuk menghentikan agresi militernya terhadap Indonesia. Perang Gerilya yang dilakukan Indonesia menunjukkan fungsi lainnya yaitu untuk membuat pihak lawan jenuh, frustasi, dan tidak berhasrat untuk melanjutkan peperangan.   Perang gerilya Indonesia saat melawan aggressor Belanda menekankan defensive Perang gerilya yang sifatnya hanya menahan serangan musuh.
            Dalam bukunya, A.H Nasution (1984) , memberikan penjelasan bagaimana caranya agar perang Gerilya berhasil merebut kepentingannya dari pihak musuh. Pertama adalah aspek waktu, aspek tersebut merupakan aspek yang sangat penting bagi gerilyawan. Mereka membutuhkan waktu untuk menyusun kekuatan reguler mereka demi melawan aggressor. Aspek kedua adalah ruang. ruang yang dimaksudkan oleh Nasution  adalah medan perang. Pengeksploitasiaan hebat medan perang yang membatasi manuver kekuatan musuh merupakan jalan yang bagi gerilyawan untuk menutup kerugian dari kelemahan mereka yang berupa teknologi, organisasi, dan jumlah anggota. Mereka seringkali menggunakan kesulitan medan wilayah untuk penerapan taktik, sering juga melawan musuh dengan memanfaatkan pegunungan, hutan, rawa, dan bahkan gurun pasir.Aspek ketiga adalah manajemen. Perang gerilya membutuhkan manajemen yang baik, kondisi pasukan yang dipecah pecah dalam divisi divisi  dan batalyon kecil dan tersebar di beberapa daerah membutuhkan koordinasi yang jitu. Kalau perang Gerilya bergerak dengan sendiri sendiri, maka kecil kemungkinan mereka berhasil. Aspek keempat adalah ideologi.Ideologi menjadi sumber kekuatan trsendiri dalam perang gerilya. Keadaan perang yang berat menuntut kesungguhan hati dari pasukan yang berperang, dibutuhkan keteguhan ideologi dari gerilyawan karena bukan diwajibkan Negara, akan tetapi juga karena kemauan dari diri sendiri. Seperti perang gerilya Indonesia yang menjadikan ideologi kemerdekaan sebagai ideologi mereka sebagai semanagat perjuangan. Aspek kelima adalah dukungansemua pihak terutama rakyat.pemerintahan yang tidak didukung oleh rakyat, tidak dapat mengharapkan rakyat untuk bergerilya, jika Negara mendapatkan serangan, rakyat akan bersikap apatis dan melakukan serangan sendiri kemudian.
 Kendatipun demikian Perang gerilya hanya berfungsi sebagai  defensive belaka bukan sebagai penentu kemenangan. Tentara perang Gerilya hanya menjadi subperjuangan tentara regular. Kemenangan perang pada akhirnya masih ditentukan oleh  tentara regular. Contohnya seperti kemenangan tiongkok bukan diraih oleh gerilyawan nasionalis tiongkok melainkan oleh tentara pembebasan rakyat tiongkok. Begitu juga dengan Amerika Serikat dan Rusia tadi. Bergerilya hanya ketika mereka terpukul mundur, kemudian berusaha mengumpulkan kekuatan dan menyerang musuh seyara gerilya. Ketika kekuatan telah terkumpul, maka tentara reguler lah yang akan maju ke medan perang yang sesungguhnya. Perang gerilya strategis hanya defensive.kemenangan perang hanya mungkin oleh ofensif yang dilakukan oleh suatu tentara yang teratur, dan tentara dengan kekuatan yang setara juga.  Dan bukan berarti perang gerilya dirasa mudah, malah lebih sulit karena berlangsung dalam waktu yang lama dan dibawah tekanan psikologis yang sangat hebat.  
Gambar perang gerilya :



Minggu, 25 November 2012

Konferensi Meja Bundar (KMB)



Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah perundingan tindak lanjut dari semuaperundingan yang telah ada. KMB dilaksanakan pada 23 Agustus 1949 sampai 2November 1949 di Den Haag, Belanda. Perundingan ini dilakukan untuk meredam segalabentuk kekerasan yang dilakukan oleh Belanda yang berujung kegagalan pada pihakBelanda.
                                                                   SUASANA KMB 

KMB adalah sebuah titik terang bagi bangsa Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda, menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda,dan berusaha menjadi negara yang merdeka dari para penjajah
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.




Konferensi Meja Bundar diikuti oleh perwakilan dari Indonesia, Belanda, danperwakilan badan yang mengurusi sengketa antara Indonesia-Belanda. Berikut ini paradelegasi yang hadir dalam KMB:

a. Indonesia terdiri dari Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof.Dr. Mr. Soepomo.

b. BFO dipimpin Sultan Hamid II dari Pontianak.

c. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen.
d. UNCI diwakili oleh Chritchley.

Setelah melakukan perundingan cukup lama, maka diperoleh hasil dari konferensi
tersebut. Berikut merupakan hasil KMB:
a. Belanda mengakui RIS sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
b. Pengakuan kedaulatan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
c. Masalah Irian Barat akan diadakan perundingan lagi dalam waktu 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.
d. Antara RIS dan Kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia Belanda yang dikepalai Raja Belanda.
e. Kapal-kapal perang Belanda akan ditarik dari Indonesia dengan catatan beberapa korvet akan diserahkan kepada RIS.
f. Tentara Kerajaan Belanda selekas mungkin ditarik mundur, sedang TentaraKerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan dengan catatan bahwa paraanggotanya yang diperlukan akan dimasukkan dalam kesatuan TNI.

g. Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat .





Konferensi Meja Bundar memberikan dampak yang cukup menggembirakan bagibangsa Indonesia. Karena sebagian besar hasil dari KMB berpihak pada bangsa Indonesia,sehingga dampak positif pun diperoleh Indonesia. Berikut merupakan dampak dari Konferensi Meja Bundar bagi Indonesia:

a. Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.

b. Konflik dengan Belanda dapat diakhiri dan pembangunan segera dapat dimulai.
c. Irian Barat belum bisa diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat.
d. Bentuk negara serikat tidak sesuai dengan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Selain dampak positif, Indonesia juga memperoleh dampak negatif, yaitu belum diakuinya Irian Barat sebagai bagian dari Indonesia. Sehingga Indonesia masih berusaha untuk memperoleh pengakuan bahwa Irian Barat merupakan bagian dari NKRI.


Beberapa gambar dalam KMB :












Cerpen


     Gak tau mau posting apa ,emmm... posting tugas cerpen aja ceritanya bagus loh J

“Permintaan Maaf yang Terlambat”

Disebuah kota di Jakarta ada sekolah yang bernama SMAN 9 ada sekumpulan anak geng yang bandel dan paling gak bisa diatur dari semua siswi yaitu kita kenal aja mereka bernama Stella , Karin , Fhe. Mereka ini adalah cwek penguasa dan banyak ditakutin disekolah mereka terutama para cwek ,tapi hanya ada satu cwek yang gak takut ama mereka dia bernama ‘’ Riri ‘’ cwek tomboy, baik, dan manis.


Keesokan harinya di SMAN 9 kedatangan murid baru dari Bandung dia bernama ‘’ Ariesta ‘’ cwek baru yang cantik, menawan baik, dan polos. Setelah Ariesta memperkenalkan dri dan akhirnya Bu guru menyuru Ariesta duduk disamping Riri disinilah Riri mempunyai sahabat. Ternyata ada yang gak suka ama Ariesta yaitu kelompoknya si Stella dan kawan – kawan mereka gak suka ama Ariesta  katanya si karena semua cwok pada girang kalau lihat dia dan sok kecantikan.



Tapi karena Ariesta gadis anak baik dan polos dihiraukan saja sama Ariesta.dan dia langsung menuju ke kantin untuk nyari si Riri setelah itu.



Setelah satu bulan Ariesta sekolah ada aja kejailan yang dilakuin sama temen-temanya Stella, waktu itu Riri lagi gak masuk sekolah karena sakit dan ini saatnya Stella dan kawan-kawan merencanakan sesuatu yaitu ingin membuat Ariesta discros.



Akhirnya Stella membuat ide dengan Karin mereka menyuruh Fhe buat naruh Hp dan dompetnya ke tas Ariesta setelah itu Fhe lapor ke pak Kepsek kemudian pak Kepsek memeriksa satu per satu tas mereka semua dan akhirnya dompet dan hp itu ketemu di tas Ariesta dipanggilah Ariesta ke  ruang pak Kepsek dan ditanya.



Kamu mengambil hp dan dompet Fhe  Ariesta ? gak pak sumpah saya tidak tau apa-apa tentang hp dan dompet fhe pak jwab Ariesta. Udah kalau kamu gak mau ngaku bapak scors kamu selama satu munggu. Akhirnya selama satu minggu ariesta tidak sekolah dan keesokan harinya riri masuk.

Riri       : mana ariesta ya ?
Wahyu : kamu gak tau ya apa yang terjadi kemaren ?
Riri       : emangnya ada apa ? yu
Wahyu : ariesta difitna nyuri dompet dan hpnya fhe maka dari itu dia di scors
Riri       : apa? Keterlaluan


Akhinya riri langsung nyamperin kelompoknya Stella dan memaki-maki mereka.


Setelah satu minggu berlalu ariesta masih belum ada kabar dan riri cemas takut ada apa-apa sama Ariesta akhirnnya riri berencana setelah pulang sekolah dia mau ke rumah Ariesta tapi setelah istirahat ada berita duka Ariesta masuk rumah sakit karena dia terkena leokimia dan sekarang keadaanya lagi kritis setelah mendengar berita seperti ini Riri menangis dan kelompok si Stella mnyesal karena mereka sudah memfitnah si Ariesta hingga tidak msuk sekolah. Akhirnya  mreka langsung pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ariesta tetapi setelah mereka sampai rumah sakit ternyata mereka terlambat Ariesta sudah tiada dia meninggal. Menyesalah Stella, Karin, Fhe karena mreka blum minta maaf sama ariesta. Tapi kata dokter ariesta menitipkan surat terakhir buat teman-temannya terutama Riri.



      “ Suratku buat sahabat-sahabatku “
Hai...... sahabat ku apa kabarnya aku harap kalian semua baik-baik saja hari ini teman – teman maaf ya kalau aku gak bilang-bilang kalau aku sakit, aku gak mau bikin kalian sedih. Riri jaga drimu baik-baik bila esok aku tidak bisa bangun kembali dan Stella, Karin, Fhe aku tahu kalian ngelakuin itu semua karena ada tujuannya , aku maafin semua yg kalian lakuin ke aku kok dan aku juga gak marah. Tapi ada syaratnya tolong jaga Riri jangan sampai dia meneteskan air mata dari mata yang indahnya itu.

Sahabatku dengarlah aku saatku bersedih, saatku sendiri sahabatku kaulah nafasku pelitaku seluruh hidupku,forever slamanya sampai ktemu di surga yaa.....AMIEN 




Cerpen ini berisi :
    “Tentang apa arti dari sebuah pertemanan yang abadi dan kekal dan gak akan pernah        luntur oleh yang namanya permusuhan”


Makasih :) 















Serangan Umum 1 Maret 1949


  Ass. Saya akan posting nii tentang serangan umum 1 maret 1949 .dibaca yaa  J

Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III dengan mengikutsertakan beberapa pucuk pimpinan pemerintah sipil setempat berdasarkan instruksi dari Panglima Besar Sudirman, untuk membuktikan kepada dunia internasional bahwa TNI - berarti juga Republik Indonesia - masih ada dan cukup kuat, sehingga dengan demikian dapat memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB dengan tujuan utama untuk mematahkan moralpasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Soeharto pada waktu itu sebagai komandan brigade X/Wehrkreis III turut serta sebagai pelaksana lapangan di wilayah Yogyakarta.
 Nahh ,setelah itu saya akan lanjut lagi nii tentang latar belakang serangan umum 1 maret ..tetap lanjut baca yaa JJJ
Latar belakang
Kurang lebih satu bulan setelah Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan pada bulan Desember 1948, TNI mulai menyusun strategi guna melakukan pukulan balik terhadap tentara Belanda yang dimulai dengan memutuskan telepon, merusak jalan kereta api, menyerangkonvoi Belanda, serta tindakan sabotase lainnya.
Belanda terpaksa memperbanyak pos-pos disepanjang jalan-jalan besar yang menghubungkan kota-kota yang telah diduduki. Hal ini berarti kekuatan pasukan Belanda tersebar pada pos-pos kecil diseluruh daerah republik yang kini merupakan medan gerilya. Dalam keadaaan pasukan Belanda yang sudah terpencar-pencar, mulailah TNI melakukan serangan terhadap Belanda.
Sekitar awal Februari 1948 di perbatasan Jawa Timur, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung - yang sejak September 1948 diangkat menjadi Perwira Teritorial dan ditugaskan untuk membentuk jaringan pesiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III - bertemu dengan Panglima Besar Sudirman guna melaporkan mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB dan penolakan Belanda terhadap resolusi tersebut dan melancarkan propaganda yang menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Melalui Radio Rimba Raya, Panglima Besar Sudirman juga telah mendengar berita tersebut. Panglima BesarSudirman menginstruksikan untuk memikirkan langkah-langkah yang harus diambil guna meng-counter propaganda Belanda.
Hutagalung yang membentuk jaringan di wilayah Divisi II dan III, dapat selalu berhubungan dengan Panglima Besar Sudirman, dan menjadi penghubung antara Panglima Besar Sudirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto dan Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Selain itu, sebagai dokter spesialis paru, setiap ada kesempatan, ia juga ikut merawat Panglima Besar Sudirman yang saat itu menderita penyakit paru-paru. Setelah turun gunung, pada bulan September dan Oktober 1949, Hutagalung dan keluarga tinggal di Paviliun rumah Panglima Besar Sudirman di (dahulu) Jl. Widoro No. 10, Yogyakarta.
Pemikiran yang dikembangkan oleh Hutagalung adalah, perlu meyakinkan dunia internasional terutama Amerika Serikat dan Inggris, bahwa Negara Republik Indonesia masih kuat, ada pemerintahan (Pemerintah Darurat Republik Indonesia – PDRI), ada organisasi TNI dan ada tentaranya. Untuk membuktikan hal ini, maka untuk menembus isolasi, harus diadakan serangan spektakuler, yang tidak bisa disembunyikan oleh Belanda, dan harus diketahui oleh UNCI (United Nations Commission for Indonesia) dan wartawan-wartawan asing untuk disebarluaskan ke seluruh dunia. Untuk menyampaikan kepada UNCI dan para wartawan asing bahwa Negara Republik Indonesia masih ada, diperlukan pemuda-pemuda berseragam Tentara Nasional Indonesia, yang dapat berbahasa Inggris, Belanda atau Perancis. Panglima Besar Sudirman menyetujui gagasan tersebut dan menginstruksikan Hutagalung agar mengkoordinasikan pelaksanaan gagasan tersebut dengan Panglima Divisi II dan III.
Letkol. dr. Hutagalung masih tinggal beberapa hari guna membantu merawat Panglima Besar Sudirman, sebelum kembali ke markasnya di Gunung Sumbing. Sesuai tugas yang diberikan oleh Panglima Besar Sudirman, dalam rapat Pimpinan Tertinggi Militer dan Sipil di wilayah Gubernur Militer III, yang dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 1949 di markas yang terletak di lereng Gunung Sumbing. Selain Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng, dan Letkol Wiliater Hutagalung, juga hadir Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, dan pucuk pimpinan pemerintahan sipil, yaitu Gubernur Sipil, Mr. K.R.M.T. Wongsonegoro, Residen Banyumas R. Budiono, Residen Kedu Salamun, Bupati Banjarnegara R. A. Sumitro Kolopaking dan Bupati Sangidi.
Letkol Wiliater Hutagalung yang pada waktu itu juga sebagai penasihat Gubernur Militer III menyampaikan gagasan yang telah disetujui oleh Panglima Besar Sudirman, dan kemudian dibahas bersama-sama yaitu:
1.    Serangan dilakukan secara serentak di seluruh wilayah Divisi III, yang melibatkan Wehrkreise I, II dan III,
2.    Mengerahkan seluruh potensi militer dan sipil di bawah Gubernur Militer III,
3.    Mengadakan serangan spektakuler terhadap satu kota besar di wilayah Divisi III,
4.    Harus berkoordinasi dengan Divisi II agar memperoleh efek lebih besar,
5.    Serangan tersebut harus diketahui dunia internasional, untuk itu perlu mendapat dukungan dari:
§  Wakil Kepala Staf Angkatan Perang guna koordinasi dengan pemancar radio yang dimiliki oleh AURI dan Koordinator Pemerintah Pusat,
§  Unit PEPOLIT (Pendidikan Politik Tentara) Kementerian Pertahanan.
Tujuan utama dari ini rencana adalah bagaimana menunjukkan eksistensi TNI dan dengan demikian juga menunjukkan eksistensi Republik Indonesia kepada dunia internasional. Untuk menunjukkan eksistensi TNI, maka anggota UNCI, wartawan-wartawan asing serta para pengamat militer harus melihat perwira-perwira yang berseragam TNI.
Setelah dilakukan pembahasan yang mendalam, grand design yang diajukan oleh Hutagalung disetujui, dan khusus mengenai "serangan spektakuler" terhadap satu kota besar, Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng bersikukuh, bahwa yang harus diserang secara spektakuler adalah Yogyakarta.
Tiga alasan penting yang dikemukakan Bambang Sugeng untuk memilih Yogyakarta sebagai sasaran utama adalah:
1.     Yogyakarta adalah Ibukota RI, sehingga bila dapat direbut walau hanya untuk beberapa jam, akan berpengaruh besar terhadap perjuangan Indonesia melawan Belanda.
2.     Keberadaan banyak wartawan asing di Hotel Merdeka Yogyakarta, serta masih adanya anggota delegasi UNCI (KTN) serta pengamat militer dari PBB.
3.     Langsung di bawah wilayah Divisi III/GM III sehingga tidak perlu persetujuan Panglima/GM lain dan semua pasukan memahami dan menguasai situasi/daerah operasi.
Selain itu sejak dikeluarkan Perintah Siasat tertanggal 1 Januari 1949 dari Panglima Divisi III/Gubernur Militer III, untuk selalu mengadakan serangan terhadap tentara Belanda, telah dilancarkan beberapa serangan umum di wilayah Divisi III/GM III. Seluruh Divisi III dapat dikatakan telah terlatih dalam menyerang pertahanan tentara Belanda.
Selain itu, sejak dimulainya perang gerilya, pimpinan pemerintah sipil dari mulai Gubernur Wongsonegoro serta para Residen dan Bupati, selalu diikutsertakan dalam rapat dan pengambilan keputusan yang penting dan kerjasama selama ini sangat baik. Oleh karena itu, dapat dipastikan dukungan terutama untuk logistik dari seluruh rakyat.
Selanjutnya dibahas, pihak-pihak mana serta siapa saja yang perlu dilibatkan. Untuk skenario seperti disebut di atas, akan dicari beberapa pemuda berbadan tinggi dan tegap, yang lancar berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis dan akan dilengkapi dengan seragam perwira TNI dari mulai sepatu sampai topi. Mereka sudah harus siap di dalam kota, dan pada waktu penyerangan telah dimulai, mereka harus masuk ke Hotel Merdeka guna menunjukkan diri kepada anggota-anggota UNCI serta wartawan-wartawan asing yang berada di hotel tersebut. Kolonel Wiyono, Pejabat Kepala Bagian PEPOLIT Kementerian Pertahanan yang juga berada di Gunung Sumbing akan ditugaskan mencari pemuda-pemuda yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, terutama yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris.
Hal penting yang kedua adalah, dunia internasional harus mengetahui adanya Serangan Tentara Nasional Indonesia terhadap tentara Belanda, terutama terhadap Yogyakarta, Ibukota Republik. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional maka dibantu oleh Kol. T.B. Simatupang yang bermarkas di Pedukuhan Banaran, desa Banjarsari, untuk menghubungi pemancar radio Angkatan Udara RI (AURI) di Playen, dekat Wonosari, agar setelah serangan dilancarkan berita mengenai penyerangan besar-besaran oleh TNI atas Yogyakarta segera disiarkan.
Dalam kapasitasnya sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, TB Simatupang lebih kompeten menyampaikan hal ini kepada pihak AURI daripada perwira Angkatan Darat. Diperkirakan apabila Belanda melihat bahwa Yogyakarta diserang secara besar-besaran, dipastikan mereka akan mendatangkan bantuan dari kota-kota lain di Jawa Tengah, dimana terdapat pasukan Belandayang kuat seperti Magelang, Semarang dan Solo. Jarak tempuh (waktu itu) Magelang - Yogya hanya sekitar 3 - 4 jam saja; Solo - Yogya, sekitar 4 - 5 jam, dan Semarang - Yogya, sekitar 6 - 7 jam. Magelang dan Semarang (bagian Barat) berada di wilayah kewenangan Divisi III GM III, namun Solo, di bawah wewenang Panglima Divisi II/GM II Kolonel Gatot Subroto. Oleh karena itu, serangan di wilayah Divisi II dan III harus dikoordinasikan dengan baik sehingga dapat dilakukan operasi militer bersama dalam kurun waktu yang ditentukan, sehingga bantuan Belanda dari Solodapat dihambat, atau paling tidak dapat diperlambat.
Pimpinan pemerintahan sipil, Gubernur Wongsonegoro, Residen Budiono, Residen Salamun, Bupati Sangidi dan Bupati Sumitro Kolopaking ditugaskan untuk mengkoordinasi persiapan dan pasokan perbekalan di wilayah masing-masing. Pada waktu bergerilya, para pejuang sering harus selalu pindah tempat, sehingga sangat tergantung dari bantuan rakyat dalam penyediaan perbekalan. Selama perang gerilya, bahkan Camat, Lurah serta Kepala Desa sangat berperan dalam menyiapkan dan memasok perbekalan (makanan dan minuman) bagi para gerilyawan. Ini semua telah diatur dan ditetapkan oleh pemerintah militer setempat.
Untuk pertolongan dan perawatan medis, diserahkan kepada PMI. Peran PMI sendiri juga telah dipersiapkan sejak menyusun konsep Perintah Siasat Panglima Besar. Dalam konsep Pertahanan Rakyat Total - sebagai pelengkap Perintah Siasat No. 1 - yang dikeluarkan oleh Staf Operatif (Stop) tanggal 3 Juni 1948, butir 8 menyebutkan: Kesehatan terutama tergantung kepada Kesehatan Rakyat dan P.M.I. karena itu evakuasi para dokter dan rumah obat mesti menjadi perhatian.
Walaupun dengan risiko besar, Sutarjo Kartohadikusumo, Ketua DPA yang juga adalah Ketua PMI (Palang Merah Indonesia), mengatur pengiriman obat-obatan bagi gerilyawan di front. Beberapa dokter dan staf PMI kemudian banyak yang ditangkap oleh Belanda dan ada juga yang mati tertembak sewaktu bertugas. Setelah rapat selesai, Komandan Wehrkreise II dan para pejabat sipil pulang ke tempat masing-masing guna mempersiapkan segala sesuatu, sesuai dengan tugas masing-masing. Kurir segera dikirim untuk menyampaikan keputusan rapat di Gunung Sumbingpada 18 Februari 1949 kepada Panglima Besar Sudirman dan Komandan Divisi II/Gubernur Militer II Kolonel Gatot Subroto.
Sebagaimana telah digariskan dalam pedoman pengiriman berita dan pemberian perintah, perintah yang sangat penting dan rahasia, harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan pasukan yang bersangkutan. Maka rencana penyerangan atas Yogyakarta yang ada di wilayah Wehrkreise I di bawah pimpinan Letkol. Suharto, akan disampaikan langsung oleh Panglima Divisi III Kolonel Bambang Sugeng. Kurir segera dikirim kepada Komandan Wehrkreise III/Brigade 10, Letkol. Suharto, untuk memberitahu kedatangan Panglima Divisi III serta mempersiapkan pertemuan. Diputuskan untuk segera berangkat sore itu juga guna menyampaikan grand design kepada pihak-pihak yang terkait. Ikut dalam rombongan Panglima Divisi selain Letkol. dr. Hutagalung, antara lain juga dr. Kusen (dokter pribadi Bambang Sugeng), Bambang Surono (adik Bambang Sugeng), seorang mantri kesehatan, seorang sopir dari dr. Kusen, Letnan Amron Tanjung (ajudan Letkol Hutagalung) dan beberapa anggota staf Gubernur Militer (GM) serta pengawal.
Pertama-tama rombongan singgah di tempat Kol. Wiyono dari PEPOLIT, yang bermarkas tidak jauh dari markas Panglima Divisi, dan memberikan tugas untuk mencari pemuda berbadan tinggi dan tegap serta fasih berbahasa Belanda, Inggris atau Prancis yang akan diberi pakaian perwira TNI. Menjelang sore hari, Panglima Divisi beserta rombongan tiba di Pedukuhan Banaranmengunjungi Wakil Kepala Staf Angkatan Perang Kol. Simatupang. Selain anggota rombongan Bambang Sugeng, dalam pertemuan tersebut hadir juga Mr. M. Ali Budiarjo, yang kemudian menjadi ipar Simatupang.
Simatupang pada saat itu dimohonkan untuk mengkoordinasi pemberitaan ke luar negeri melaui pemancar radio AURI di Playen dan di Wiladek, yang ditangani oleh Koordinator Pemerintah Pusat.Setelah Simatupang menyetujui rencana grand design tersebut, Panglima Divisi segera mengeluarkan instruksi rahasia yang ditujukan kepada Komandan Wehrkreise I Kolonel Bachrun, yang akan disampaikan sendiri oleh Kol. Sarbini.
Brigade IX di bawah komando Letkol Achmad Yani, diperintahkan melakukan penghadangan terhadap bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tanggal 19 Februari 1949. Panglima Divisi dan rombongan meneruskan perjalanan, yang selalu dilakukan pada malam hari dan beristirahat pada siang hari, untuk menghindari patroli Belanda. Penunjuk jalan juga selalu berganti di setiap desa. Dari Banaran rombongan menuju wilayah Wehrkreise III melalui pegunungan Menoreh untuk menyampaikan perintah kepada Komandan Wehrkreis III Letkol. Suharto. Bambang Sugengbeserta rombongan mampir di Pengasih, tempat kediaman mertua Bambang Sugeng dan masih sempat berenang di telaga yang ada di dekat Pengasih (Keterangan dari Bambang Purnomo, adik kandung alm. Bambang Sugeng, yang kini tinggal di Temanggung). Pertemuan dengan Letkol. Suharto berlangsung di Brosot, dekat Wates. Semula pertemuan akan dilakukan di dalam satu gedung sekolah, namun karena kuatir telah dibocorkan, maka pertemuan dilakukan di dalam sebuah gubug di tengah sawah. Hadir dalam pertemuan tersebut lima orang, yaitu Panglima Divisi III/Gubernur Militer III Kol. Bambang Sugeng, Perwira Teritorial Letkol. dr. Wiliater Hutagalung beserta ajudan Letnan Amron Tanjung, Komandan Wehrkreise III/Brigade X Letkol. Suharto beserta ajudan. Kepada Suharto diberikan perintah untuk mengadakan penyerangan antara tanggal 25 Februari dan 1 Maret 1949. Kepastian tanggal baru dapat ditentukan kemudian, setelah koordinasi serta kesiapan semua pihak terkait, antara lain dengan Kol. Wiyono dari Pepolit Kementerian Pertahanan.
Setelah semua persiapan matang, baru kemudian diputuskan (keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari), bahwa serangan tersebut akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06.00 pagi. Instruksi segera diteruskan ke semua pihak yang terkait.
Puncak serangan dilakukan dengan serangan umum terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara) pada tanggal 1 Maret 1949, dibawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10daerah Wehrkreise III, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lanjut lagi yaa  “Jalannya Serang Umum”

Jalannya serangan Umum

Tanggal 1 Maret 1949, pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Divisi III/GM III dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik, Yogyakarta, serta koar-besaran oleh pasukan Brigade X yang diperkuat dengan satu Batalyon dari Brigade IX, sedangkan serangan terhadap pertahanan Belanda di Magelang dan penghadangan di jalur [[Magelta-kota di sekitar Yogyakarta, terutama Magelang, sesuai Instruksi Rahasia yang dikeluarkan oleh Panglima Divisi III/GM III Kolonel Bambang Sugeng kepada Komandan Wehrkreis I, Letkol Bahrun dan Komandan Wehrkreis II Letkol Sarbini. Pada saat yang bersamaan, serangan juga dilakukan di wilayah Divisi II/GM II, dengan fokus penyerangan adalah kota Solo, guna mengikat tentara Belanda dalam pertempuran agar tidak dapat mengirimkan bantuan ke Yogyakarta.
Pos komando ditempatkan di desa Muto. Pada malam hari menjelang serangan umum itu, pasukan telah merayap mendekati kota dan dalam jumlah kecil mulai disusupkan ke dalam kota. Pagi hari sekitar pukul 06.00, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota. Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Sedangkan untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula,seluruh pasukkan TNI mundur
Serangan terhadap kota Solo yang juga dilakukan secara besar-besaran, dapat menahan Belanda di Solo sehingga tidak dapat mengirim bantuan dari Solo ke Yogyakarta, yang sedang diserang secara besar-besaran – Yogyakarta yang dilakukan oleh Brigade IX, hanya dapat memperlambat gerak pasukan bantuan Belanda dari Magelang ke Yogyakarta. Tentara Belanda dari Magelangdapat menerobos hadangan gerilyawan Republik, dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 11.00.

  Nahh,sekian dari postingan saya yaa  ..bacaa terus yahh ,yang lain J makasih ..