Perang Gerilya merupakan
terjemahan dari bahasa Spanyol: guerrilla yang secara harafiah berarti perang kecil.Gerilya
adalah salah satu strategi perang yang dikenal
luas, karena banyak digunakan, selama perang kemerdekaan di Indonesia pada periode 1950-an. A.H. Nasution yang
pernah menjabat pucuk panglima Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) menuliskan di buku "Pokok-pokok Gerilya".
Bagi tentara perang gerilya sangatlah efektif. Mereka dapat mengelabui,menipu
atau bahakan melakukan serangan kilat. Taktik ini juga manjur saat menyerang musuh jumlah
besar yang kehilangan arah dan tidak menguasai medan. kadang taktik ini juga
mengarah padataktik mengepung secara tidak
terlihat (invisible). Sampai sekarang taktik ini masih
dipakai teroris untuk
sembunyi. Jika mereka menguasai medan mereka dapat melakukan : penahanansandera, berlatih, pembunuhan hingga menjadi mata-mata. Dan musuh dapat melakukan nomaden, yaitu berpindah- pindah.
Irregular warfare atau yang dikenal dengan perang
irregular adalah perang yang dilakukan tidak seperi lazimnya perang yang
mempertemukan dua pasukan didalam medan perang. Akan tetapi mengacu kepada
tulisan Jendral Abdul Haris Nasution dalam “Pokok
Pokok Gerilya”, “perang dewasa ini, bergolak
sekaligus di sektor militer, politik, psikologis, dan social ekonomi.” Dari hal tersebut maka timbul
lah konsep perang semesta atau perang total.
Dinamakan perang semesta atau perang total, karena perang tersebut telah
mengaktifkan seluruh komponen dan elemen bangsa untuk mengadakan peperangan. Adapun irregular warfare yang
akan menjadi bahasan dalam jurnal kali ini berkaitan dengan gerilya. Perang gerilya adalah
perang yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan cara tidak lazim dan
bertujuan untuk mencapai kepentingan politik, ideology, dan
ekonomi. A.H Nasution dalam bukunya yang berjudul Pokok Pokok Gerilya telah
banyak memberikan penjelasan yang detail mengenai perang gerilya. Adapun aspek
aspek perang yang mendapat perhatian penting dalam perang gerilya dan merupakan
komponen dalam membentuk perang total tersebut adalah sebagai berikut : Perang psikologis,
yaitu situasi dan kondisi perang dimana salah satu pihak berusaha untuk
melemahkan bahkan berusaha untuk meruntuhkan moril lawan sebelum perang
sesungguhnya dimulai, sedang di lain pihak berusaha memperkuat dan memperteguh
semangat rakyatnya sendiri.
Selanjutnya adalah perang politik,
yaitu perang yang
berusaha untuk mengurangi jumlah sekutu dari
pihak musuh dan dan memperbanyak musuh musuhnya, dan berbuat sebaliknya untuk
diri sendiri.
Selanjutnya adalah perang ekonomi
yang berusaha menghancurkan alat alat dan sumber produksi musuh agar kekuatan
mereka menjadi berkurang, dan sembari menghancurkankan produksi lawan maka harus
berusaha memperbaiki ekonomi diri sendiri. Pada
dewasa ini, perang tidak lagi di dominasi oleh ilmu perang yang khusus
berkaitan dengan strategi, taktik, dan logistiknya saja, melainkan melibatkan pula
apek politik militer, politik, psikologis, dan social ekonomi. Perang bukan
lagi menjadi dominasi militer belaka akan tetapi juga politik dan ekonomi.
Pimpinan perang bukan lagi yang ada di medan militer saja, akan tetapi medan
medan seluruh aspek kehidupan. Syarat syaratnya tidak lagi tentang pemahaman di
dunia kemiliteran, akan tetapi juga pengetahuan yang baik di bidang politik,
militer, dan ekonomi.
Kembali ke perang gerilya, menurut A.H Nasution dalam buku Pokok Pokok
Gerilyanya adalah perang yang terjadi antara sikecil yang lemah melawan sibesar
yang kuat. Jika suatu Negara diseerang oleh pihak luar, maka keharusan Negara
yang diserang adalah membela diri dari serangan tersebut. Membela diri bukan berarti hanya
menangkis saja, atau
menghindar dari pukulan musuh, karena hal tersebut tidak akan mengurangi
kekuatan musuh. Membela diri itu berarti harus bisa menghentikan ancaman dan
pukulan musuh selanjutnya. Perang gerilya terjadi karena salah satu dari
kekuatan yang berkonflik atau berperang dan
biasanya yang bergerilya adalah pihak yang terserang berada dalam keadaan
pincang. Jika kekuatan aggressor dengan yang diserang setara, maka kemungkinan
terjadinya perang gerilya sangat kecil, karena lebih memilih perang dengan cara
biasa.
Dalam perang gerilya, pada umumnya pihak penyerang memiliki berada di posisi
yang lebih baik dalam hal persiapan, sehingga mereka dapat menyerang dengan
kekuatan yang lebih besar. Sedangkan yang terserang melakukan perang gerilya
dengan menahan lawan selama mungkin dan mundur secara bertahap untuk menyusun
kekuatan menyerang.
Setelah kekuatan yang terkumpul dirasa cukup, maka pihak yang bergerilya bisa
mengubah arah perlewanan mereka yang defensif menjadi ofensif demi memukul atau
bahkan mementahkankan serangan yang dibangun oleh agressor.
Dalam contoh contoh sejarah perang Gerilya masa
lalu, Jepang pernah menyerang Amerika Serikat dengan meluluh lantakkan Pearl
Harbournya dan Jepang berhasil memukul mundur Amerika Serikat, akan tetapi
Amerika Serikat juga berusaha mengumpulkan kekuatan dan tenaga mereka sehingga
bisa menyerang balik dan berhasil mengusir Jepang dari Amerika Serikat tanpa
syarat. Hal yang sama juga terjadi ketika Jerman menginvasi Rusia. Pada awal
awalnya Jerman berhasil memukul mundur tentara merah. Tentara Rusia yang
terpukul mundur secepatnya mengumpulkan kekuatan yang akhirnya mampu memberikan
serangan balik kepada Jerman dan pada akhirnya Rusia lah yang berhasil merebut
Berlin dari tangan Jerman.
Sedangkan perang Gerilya yang terjadi di Indonesia melawan agresi militer
Belanda dalam rentang tahun 1947-1949-an memiliki kejadian yang sama dengan apa
yang telah terjadi di Amerika Serikat dan Rusia. Dalam tempo yang singkat
Belanda merebut kota penting dan jalan jalan utama di pulau Jawa. Otomatis
serangan tersebut memukul
mundur tentara tentara Republik Indonesia. Akan tetapi, ending dari agresi
Belanda tidak sama dengan apa yang telah terjadi pada Amerika Serikat dan
Rusia. Pada saat itu, perang Gerilya yang dilancarkan oleh pasukan Indonesia
tidak berfungsi sebagaimana yang dicontohkan oleh dua Negara tadi, melainkan
berfungsi untuk membuat Belanda jenuh dan bosan dengan perlawanan yang tiada
akhir. Selain itu, Indonesia melalui diplomat diplomatnya berhasil memenangkan
perang politik di luar negeri sehingga dunia Internasional mengecam dan menekan
Belanda untuk menghentikan agresi militernya terhadap Indonesia. Perang Gerilya
yang dilakukan Indonesia menunjukkan fungsi lainnya yaitu untuk membuat pihak
lawan jenuh, frustasi, dan tidak berhasrat untuk melanjutkan peperangan. Perang
gerilya Indonesia saat melawan aggressor Belanda menekankan defensive Perang
gerilya yang sifatnya hanya menahan serangan musuh.
Dalam bukunya, A.H Nasution (1984) , memberikan penjelasan bagaimana caranya
agar perang Gerilya berhasil merebut kepentingannya dari pihak musuh. Pertama
adalah aspek waktu, aspek
tersebut merupakan aspek yang sangat penting bagi gerilyawan. Mereka
membutuhkan waktu untuk menyusun kekuatan reguler mereka demi melawan
aggressor. Aspek kedua adalah ruang. ruang
yang dimaksudkan oleh Nasution
adalah medan perang. Pengeksploitasiaan hebat medan perang yang membatasi
manuver kekuatan musuh merupakan jalan yang bagi gerilyawan untuk menutup
kerugian dari kelemahan mereka yang berupa teknologi, organisasi, dan jumlah
anggota. Mereka seringkali menggunakan kesulitan medan wilayah untuk penerapan
taktik, sering juga melawan musuh dengan memanfaatkan pegunungan, hutan, rawa,
dan bahkan gurun pasir.Aspek ketiga adalah manajemen. Perang
gerilya membutuhkan manajemen yang baik, kondisi pasukan yang dipecah pecah
dalam divisi divisi dan
batalyon kecil dan tersebar di beberapa daerah membutuhkan koordinasi yang
jitu. Kalau perang Gerilya bergerak dengan sendiri sendiri, maka kecil
kemungkinan mereka berhasil. Aspek keempat adalah ideologi.Ideologi
menjadi sumber kekuatan trsendiri dalam perang gerilya. Keadaan perang yang
berat menuntut kesungguhan hati dari pasukan yang berperang, dibutuhkan
keteguhan ideologi dari gerilyawan karena bukan diwajibkan Negara, akan tetapi
juga karena kemauan dari diri sendiri. Seperti perang gerilya Indonesia yang
menjadikan ideologi kemerdekaan sebagai ideologi mereka sebagai semanagat
perjuangan. Aspek kelima adalah dukungansemua
pihak terutama rakyat.pemerintahan yang tidak didukung oleh rakyat, tidak dapat
mengharapkan rakyat untuk bergerilya, jika Negara mendapatkan serangan, rakyat
akan bersikap apatis dan melakukan serangan sendiri kemudian.
Kendatipun
demikian Perang gerilya hanya berfungsi sebagai defensive belaka bukan sebagai penentu
kemenangan. Tentara perang Gerilya hanya menjadi subperjuangan tentara regular.
Kemenangan perang pada akhirnya masih ditentukan oleh tentara regular. Contohnya
seperti kemenangan tiongkok bukan diraih oleh gerilyawan nasionalis tiongkok
melainkan oleh “tentara
pembebasan rakyat tiongkok.”
Begitu juga dengan Amerika Serikat dan Rusia tadi. Bergerilya hanya ketika
mereka terpukul mundur, kemudian berusaha mengumpulkan kekuatan dan menyerang
musuh seyara gerilya. Ketika kekuatan telah terkumpul, maka tentara reguler lah
yang akan maju ke medan perang yang sesungguhnya. Perang gerilya strategis
hanya defensive.kemenangan perang hanya mungkin oleh ofensif yang dilakukan
oleh suatu tentara yang teratur, dan tentara dengan kekuatan yang setara juga. Dan bukan berarti perang gerilya
dirasa mudah, malah lebih sulit karena berlangsung dalam waktu yang lama dan
dibawah tekanan psikologis yang sangat hebat.
Gambar perang gerilya :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar